Langsung ke konten utama

KENAPA HARUS PONDOK



KENAPA HARUS PONDOK

Namaku Kayza Ilma Zarkiya. Tak banyak yang tahu tentang diriku. Aku anak yang biasa-biasa saja. Namun banyak yang suka mengobrol dengan diriku. Kata mereka enak kalau mengobrol denganku nyambung. Memang tidak semua anak seumuranku bisa diajak ngobrol dengan orang dewasa. Namanya juga anak kecil masih kurang banyak kosa katanya, tapi beda dengan diriku tetap saja mereka orang dewasa betah berlama-lama kalau mengobrol denganku. Terserah mereka deh yang penting aku tidak menganggu. Tapi aku jahil dengan sesama umurku. Senang kalau teman-teman jadi takut karena aku menakuti mereka dengan cacing.
“Ih jijik Kayza, cacingnya,” salah satu temannya yang suka sekali kena jahilnya namanya Aylin.
Kenapa ya aku suka sekali jahil tapi teman-temanku tetap mau bermain dengan diriku.
 “ Kayza kita main rumah-rumahan yuk,” ajak Aylin saat bermain kerumahku.
 Oh iya kami suka sekali bermain, aku juga sering mengajak teman-teman yang lainnya bermain kerumahku ,sengaja aku membuat rumahku nyaman untuk tempat bermain dan Umi tidak cerewet kalau rumah menjadi berantakkan. Kebetulan Aylin teman yang rumahnya dekat dengan rumahku. Jadi kami sering bermain bersama.
 “ Umi nanti kita ke rumah Uwak ya?” tanya Kayza yang masih mengunyah nasi goreng kesukaannya.
 “Di habiskan dulu makannya,” kata Umi dengan tersenyum melihat nasi yang belepotan di pipi anak semata wayangnya itu.
 “Hehehe iya Umi,” kata Kayza yang terus melanjutkan sarapannya.
“Sudah selesai Umi,” kata Kayza dengan bangga menampakkan piringnya yang telah kosong tanpa sebutirpun nasi di piringnya.
“Alhamdulillah pintar anak Umi,sekarang baca doa sesudah makan ya,” Umi selalu mengingatkan Kayza untuk membaca doa.
 Setelah itu Umi membereskan semua piring yang ada di atas meja dan mencucinya. “ Oiya Umi jadi ya kita ke rumah Uwak?” tanya Kayza yang sudah berdiri disamping Umi.
“Iya sayang,” jawab Umi.
 “ Kalau begitu Kayza pilih baju yang akan dibawa ya Umi,” belum sempat Umi menjawab Kayza sudah berlari menuju kamar dan mengambil tas lalu memilih bajunya sendiri.
 “Baju Umi mana biar sekalian Kayza masukin ke dalam tas?” tanya Kayza mendekati Umi yang sudah selesai mencuci piring.
” Baju Umi diatas kasur tinggal dimasukkin saja kedalam tas,” kata Umi dengan lembut.
“Sini Umi biar Kayza saja yang memasukkannya kedalam tas.
” Kayza segera langsung menuju kamar dan memasukkan baju Umi kedalam tasnya. “Terimakasih sayang Kayza hebat bisa menyusun baju sendiri,” Puji Umi kepada Kayza yang sangat senang bisa melakukannya sendiri.
 Kemandirian yang dimiliki Kayza sudah tertanam sejak dia bayi. Karena Umi tidak bisa selalu menggendongnya disebabkan penyakit polio yang menyerang kaki Umi sebelah kiri. Jadi Kayza mengerti dengan keadaan Uminya, padahal masih bayi bisa merasakan apa yang dirasakan Uminya saat tidak bisa menggendongnya. Pernah Kayza kecil minta di gendong dan Umi selalu bilang nanti kalau di gendong jalannya pelan dan agak melompat. Anehnya Kayza kecil mengerti apa yang dikatakan Uminya.
“Umi benar ya Kayza mau masuk pondok?” tanya Kayza lagi. Yah keputusan kami berdua Abi dan Umi memasukkan Kayza ke pondok.
“Kayza kan masih kecil kenapa ke pondok sih?” tanya Kayza yang tidak mengerti saat keputusan itu diutarakan kepadanya. Keputusan yang tidak mudah untuk anakku yang semata wayang. Belum lagi pikiran negatif yang datang untuk menentang keputusan kami berdua untuk menyekolahkan Kayza ke pondok dan tidak tanggung-tanggung ke pulau Jawa tepatnya di Ngawi.
” Memang kamu tidak sayang sama anakmu,” tanya Asih teman sekaligus guru PAUD Kayza. Yah Kayza masih berusia 6 tahun saat dia harus ke pondok.
 “ Kenapa sih tidak kamu saja yang mengajarinya hapalan Al Quran dan ilmu Islam kepada Kayza?” salahsatu pertanyaan yang terlontar kepadaku.
“Kenapa harus dititipkan ke pondok bukankah Allah sudah menitipkan kamu anakmu yaitu Kayza?” pertanyaan-pertanyaan yang ku jawab dengan senyuman dan tidak menyalahi mereka yang sudah berbagi opini denganku.
Aku hanya ingin mendengar pendapat mereka dan ternyata negatif yang terarah kepadaku juga suami. Karena tega menyekolahkan Kayza ke pondok karena usianya masih kecil. Hanya ada salah satu Uwaknya yang langsung setuju bila Kayza ke pondok. Berat sekali untuk memutuskan sesuatu yang tidak lazim untuk dilakukan pada zaman sekarang yaitu mengirim anak tamat TK ke pondok. Ada alasan yang tidak bisa kami ungkapkan disini cukup saja dengan pemantapan hati dengan terus bermunjat kepadaNya memilihkan yang terbaik buat Kayza. Dengan hobinya yang suka bercerita jadi Kayza selalu menanyakan kenapa dia harus ke pondok.
 “ Kayza senang kalau abi dan umi mendapat hadiah dari Allah karena memiliki anak yang sholehah?” Umi mengawali dengan kata-kata hadiah.
” Yah senanglah Umi itu tandanya Allah sayang sama abi dan umi,” katanya lagi sambil mencium pipi Umi yang lembut.
“ Biar dapat hadiah Kayza harus belajar banyak tentang Islam terutama praktek sholat,” kata Umi lagi.
 “ Sholat yang lama itu ya Umi,” kata Kayza lagi.
Memang Kayza sudah tahu kalau mengerjakan sholat itu lama menurutnya tidak bisa cepat-cepat. Jadilah Kayza selalu bertanya berapa rokaat sholatnya.
 “ Tapi Umi Kayza kan masih kecil belum diwajibkan sholat,” kata Kayza mencoba untuk mengeluarkan unek-uneknya.
“ Iya sayang justru Kayza masih kecil harus belajar sholat supaya nanti kalau sudah besar terbiasa dan tidak susah untuk melakukannya,” Kata Umi panjang lebar dan mencoba untuk memahamkan pentingnya kebiasaan sholat.
Karena kebiasaan Umi untuk bertukar pikiran dengan Kayza dengan menjelaskan kenapa ini tidak boleh kenapa ini boleh. Jadi Kayza terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya masih jauh dari anak seusianya. Tapi kami melakukannya karena Kayza sudah bisa mengerti dengan hal-hal yang sebagian anak belum bisa melakukannya. Bayangkan seusianya Kayza yang masih 5 tahun sudah memikirkan bagaimana cara membuat perpustakaan. Dengan jemari kecilnya membuat keperluan asesoris buat perpustakaan mungilnya. Lincah sekali membuat gambar lalu menggunting juga menempelkannya.
 “ Umi baguskan nanti akan ditempel di ruangan perpustakaan Kayza,” katanya menunjukkan hasil karyanya berupa tempelan emotion orang diatas karton.
 “ Siip ,” kata Umi sambil mengacungkan jempolnya untuk terus memberi motivasi kepada Kayza. Umi menemaninya sampai selesai. Bagi kami ini amazing. Belum lagi koleksi bukunya yang sebenarnya buku-buku yang  dibaca anak-anak seusia SD kelas 4. Karena kebiasaannya membaca buku, jadi banyak kosa kata yang dimengerti dan selalu bertanya bila tidak tahu maksudnya. Mungkin inilah salahsatu alasan kami untuk memondokkan Kayza walau bagi kami belum cukup apa yang kami ajarkan kepada Kayza. Selama ini Kayza hanya mengenal abi dan umi sebagai orangtua sekaligus guru baginya yang selalu mengajarkan segala sesuatunya sampai Kayza mengenal Al Quran. Ya Allah semoga kehidupan Kayza penuh dengan kalam ilahi. Amin. Hanya doa abi dan umi yang selalu ada buat Kayza anakku sayang. Tiba saatnya ke pondok dengan persiapan selama satu tahun untuk membuatmu mengerti nak kenapa pergi ke pondok. Cukup waktumu tiga bulan pertama yang membuatmu banyak menangis sekaligus penguatan bagi umi untuk tega melepasmu ke pondok. Semoga Kayza mengerti Kenapa Harus Pondok.
#20harimenulis#FLPJambi#Day11

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadiah Buat Bumi Bumi  Rumahku... Tidak ada rumah kedua selainnya... Yang aku tahu saat dilahirkan aku sudah ada di bumi ini. Sebutan bumi bagiku sangat luas. Bumi tak butuh sanjungan tapi kita yang akan memberikan hal yang baik buat bumi, buat tempat tinggal kita. Sepatutunyalah kita memberikan hal yang baik buat tempat yang kita tinggali,naluri kita tidak akan mau bila tempat tinggal kita telah ternoda dengan hal yang membuat kita tidak betah berada didalamnya. Seperti yang terjadi sekarang kabut asap sedang melanda di negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, padahal sebelumnya sudah pernah terjadi. Negeri kami mendadak menjadi negeri dongeng yang penuh cerita. Dan menjadi bahan cerita oleh negeri lain. Mendadak kami menjadi terkenal ya gara-gara asap Negeri Jambi jadi bahan berita tentang Karhuttla.                              Kond...

Pekan Ceria

Pekan Ceria By Detty Herawati Wajah gembira gempita Sambut hari pekan nan suka Bergandengan sambil melangkah Hari yang dinanti kan tiba Tak sabar ku beri tanda gembira Untuk berhenti sejenak dari penat Ayah bunda temaniku berpekan Bersama teman di pekan ceria Ceriakan hatimu Ceriakan ragamu Ceriakan langkahmu Ceriakan cerita hidupmu Waktu tak akan mundur Terus maju menapaki jalan Jalan kehidupan yang penuh Ceria bila itu terpatri dalam jiwamu Dapatkan hari-harimu Di pekan ceriamu.. #20harimenulis#FLPJambi#Day17

AKHIRNYA KETAHUAN JUGA DEH

Akhirnya Ketahuan Juga Deh Sore hari menjelang magrib Nek Ijah bergegas pergi ke mesjid, ternyata sudah banyak anak-anak yang akan mengaji nanti. Nek Ijah suka sekali menegur anak- anak yang sering ribut di mesjid. Seperti sore ini Badu terkena semprotan nenek Ijah. “Iya nek, maaf soalnya Dino tuh yang mulai,”bela Badu.   “Ini di dalam mesjid tidak boleh ribut, kalau ribut tuh adanya di pasar, bebas orang bicara.”kata nenek dengan suara nenek-neneknya. Lucu sih kalau sudah mendengar nenek berbicara tidak berhenti terus saja mengomel. Badu yang selalu kena tegurannya. Badu anak yang rajin pergi ke mesjid tapi sering ribut dengan teman-temannya, walaupun sudah sering ditegur nenek tetap saja masih melakukan keributan. Setiap ke mesjid selalu saja Badu memancing keributan, ada saja yang dia lakukan dari berbuat iseng sampai membuat temannya menangis. Tentunya gaduh dan menganggu aktivitas ibadah orangtua yang sedang mengaji sebelum masuk waktu sholat. Dan yang sering ...