Akhirnya Ketahuan Juga Deh
Sore hari menjelang
magrib Nek Ijah bergegas pergi ke mesjid, ternyata sudah banyak anak-anak yang
akan mengaji nanti. Nek Ijah suka sekali menegur anak- anak yang sering ribut
di mesjid. Seperti sore ini Badu terkena semprotan nenek Ijah.
“Iya nek, maaf soalnya
Dino tuh yang mulai,”bela Badu.
“Ini di dalam mesjid tidak boleh ribut, kalau
ribut tuh adanya di pasar, bebas orang bicara.”kata nenek dengan suara
nenek-neneknya.
Lucu sih kalau sudah
mendengar nenek berbicara tidak berhenti terus saja mengomel. Badu yang selalu
kena tegurannya. Badu anak yang rajin pergi ke mesjid tapi sering ribut dengan
teman-temannya, walaupun sudah sering ditegur nenek tetap saja masih melakukan
keributan.
Setiap ke mesjid selalu
saja Badu memancing keributan, ada saja yang dia lakukan dari berbuat iseng
sampai membuat temannya menangis. Tentunya gaduh dan menganggu aktivitas ibadah
orangtua yang sedang mengaji sebelum masuk waktu sholat. Dan yang sering
menegur Badu ya itu Nenek Ijah. Cerewet itulah yang melekat pada diri nek Ijah
dimata anak-anak karena sering menegur mereka kalau ribut. Terutama Badu wuihhh
susah untuk dibilangin. Seperti sore ini Badu dan teman-teman sudah mulai
mendatangi mesjid untuk mengaji dan sholat magrib berjamah. Mereka senang
berangkat bersama-sama dari rumah dan saling menjemput. Tidak ketinggalan Nek
Ijah yang juga tidak pernah absen untuk sholat di mesjid. Tapi beberapa hari
ini nek Ijah selalu pulang kerumah tanpa memakai sandal. Ternyata sandal nek
Ijah selalu tidak ada ditempatnya.
“ Anak-anak tidak boleh
pulang dulu ya, ada hal yang mau disampaikan.” Kata ustadz Ahmad.
Suasana setelah mengaji
dan sholat itupun menjadi riuh. Mereka bertanya-tanya mengapa belum boleh
pulang.
“ Kok tidak boleh pulang , ada apa Ustadz ? “
tanya Fatimah.
“ Iya nih kami sudah lapar mau makan malam.”
Kata Badu lagi disambut riuh oleh
anak-anak lainnya.
Mendadak suasana hening karena Ustadz Ahmad
memberitahu siapa diantara anak-anak yang suka mengambil sandal Nek Ijah.
Anak-anak saling menuduh dan suasanapun riuh lagi.
“ Kalau tidak ada yang mengaku kita
semua tidak akan pulang.” Jelas Ustadz Ahmad. “Mana ada yang mau mengaku Ustadz.”
Kata Syamil.
Ustadz Ahmad mencoba
untuk menenangkan anak-anak yang riuh. Tiba-tiba nenek Ijah berkata, “ Ustadz
tidak apa-apa kalau belum ada yang mengaku, sekarang anak-anak disuruh pulang
saja sudah malam, besok kan pada mau ke sekolah.” Kata Nenek Ijah dengan
bijaknya.
“Baiklah anak-anakku semua sebelum pulang Ustadz harap
menyalami nek Ijah sebagai tanda minta maaf kita semua sehingga nek Ijah selalu
kehilangan sandalnya.” Seru Ustadz Ahmad.
Satu persatu anak-anakpun
menyalami nek Ijah dan langsung pulang dengan bertanya-tanya siapa ya yang suka
mengamb sandal Nek Ijah.
Setelah pemberitahuan
tersebut anak-anak mencoba untuk mencari tahu siapa yang suka mengambil sandal
nenek Ijah, kasihan juga setiap pulang tidak memakai sandal. Tapi mereka tidak
menemukan tanda-tanda pencuri itu. Lama kelamaan masalah itupun terlupakan
karena nenek Ijah sudah tidak kehilangan sandal lagi. Sebelumnya Badu tidak
kelihatan di mesjid karena sakit.
Dirumah Badu, terlihat
nenek Ijah mengelap keningnya dengan perasan air hangat. Memang rumah nek Ijah berdekatan dengan rumah
Badu, mereka bertetangga. Nek Ijah memiliki seorang cucu tapi tinggalnya jauh
di luar kota. Jadi nek ijah sangat sayang sama Badu, makanya sering menegur
Badu kalau ribut di mesjid tandanya nek Ijah ingin Badu jadi anak yang baik
yang tidak ribut dimesjid. Nenek Ijah di rumah Badu untuk menemani Badu
sementara orangtua Badu pergi membeli obat.
“ Nek, kenapa nenek mau menemani Badu yang
suka ribut di mesjid.” Kata Badu.
“ Badu sudah nenek anggap sebagai cucu nenek.”
Jawab nenek sambil mengganti perasan kain dengan air hangat. Badu ingin mengaku
bahwa dirinyalah yang suka mengambil sandal nenek, tapi Badu terasa tercekat di
tenggorokannya. Dia sadar bahwa nenek Ijah seorang nenek yang baik.
“ Badu mau ngomong apa, seperti gelisah
begitu?” kata nenek Ijah .
“ Hmmm sebenarnya Badu
yang mengambil sandal nek Ijah.” Kata Badu.
“ Ohhh nenek sudah tahu kalau Badu yang
mengambilnya, nih sandalnya nenek pakai.” Kata nenek Ijah sambil tersenyum.
“ Kok nenek bisa tahu
kalau Badu yang mengambil sandal nenek?” selidik Badu.
“ Ingat tidak waktu kalian disuruh ustadz
Ahmad untuk menyalami nenek.” Tanya nek Ijah lagi.
“ Iya nek, tapi apa hubungannya dengan sandal
nenek?” kata Badu.
Nenek Ijahpun menjelaskan bahwa saat itu
sandal yang dipakainya telah nenek lumurin dengan minyak urut yang lama hilang
baunya. Nah hanya salah satu dari anak-anak yang memiliki bau minyak urut itu
yang mengambil sandal nenek. Keterangan nenek membuat Badu menyesal.
“ Maafkan Badu ya nek, Badu tidak akan
mengambil sandal nenek dan tidak ribut di mesjid lagi ” Janji Badu.
“ Iya nenek bangga sama
Badu yang sudah mengaku duluan, itu tandanya Badu anak jujur.” Kata nenek
sambil tersenyum.
Badupun janji akan
mengakui juga dihadapan teman-teman supaya tidak penasaran lagi, rasanya tidak
sabar untuk bisa pergi mengaji dan sholat di mesjid bersama teman-teman.
#20harimenulis#FLPJambi#Day5
Komentar
Posting Komentar